Pages

Jumat, 06 Januari 2012

Kisah Pendamping PKH: Kegigihan Ubah Cara Pikir

“Ibu sudah ke Posyandu?” tanya Susan, salah seorang sarjana pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Kel. Sunggal Kec. Medansunggal Kota Medan, Sumatera Utara kepada Masita, perempuan beranak dua yang kini tengah mengandung anak ketiga.

Tanpa menunggu jawaban Masita, Nina lantas menambahkan bahwa jika Masita tidak rutin memeriksakan kehamilan, maka bantuan PKH yang diterimanya bisa berkurang. “Ibu tidak akan mendapatkan utuh karena PKH mensyaratkan kunjungan berkala ke Posyandu atau Puskesmas. Jika tidak rutin kontrol kehamilan nanti tidak tercatat di Puskesmas jadinya laporan ke pusat tidak lengkap. Akhirnya karena laporan kunjungan tidak lengkap jadi uang PKH akan berkurang,” jelasnya panjang lebar.

Tak berapa lama, Masita mengangguk sebagai tanda kesediaan periksa kehamilan secara rutin. Keengganan penerima PKH untuk memeriksakan kehamilan secara rutin, menurut Susan, menjadi salah satu alasan kenapa dana yang diterima mereka berkurang dari jatah semestinya. “Kami para pendamping berusaha mendorong penerima PKH agar memanfaatkan pemeriksaan berkala, kalau tidak ke Posyandu ya kePuskesmas. Sementara untuk anak penerima PKH kami selalu menganjurkan agar tidak bolos sekolah. Sebab jika ada catatan bolos, maka dalam aturan PKH akan berkurang jatah penerimaannya,” katanya.

Itu hanya salah satu cerita yang dialami sarjana pendamping penerima PKH di Medan. “Banyak masalah yang disampaikan kepada kami terutama ketika waktu pencairan dana belum pasti atau mundur. Belum lagi soal potongan tadi yang sering salah dipahami.Padahal karena mereka kurang rajin ya akhirnya dipotong,” tambah Nina, salah seorang pendamping kelompok di kelurahan Sunggal.

Tapi Nina menegaskan pemotongan itu bukan dari pihak pemerintah daerah apalagi pendamping, ”Kita sudah ada honor, pemotongan itu dilakukan sebelum pencairan dana. Data aktivitas penerima menjadi pertimbangan, jika mereka rajin akan terima utuh jika tidak rajin, maka akan ada pemotongan langsung oleh sistem. Ini kan sistem online langsung ke pusat dari Kementerian Sosial,” kata Nina.

Masih untuk Konsumsi

Nina, Susan, dan ratusan sarjana pendamping PKH lain memang memiliki tugas untuk mendorong warga penerima PKH tetap memanfaatkan fasilitas kesehatan dan pendidikan. bukan hal yang mudah. “Mereka harus selalu diingatkan, kalau tidak ya kita sendiri yang kena sasaran keluhan. Lagipula ini adalah bagian dari pendampingan yang kita lakukan, memastikan adanya perubahan perilaku, dan cukup berat untuk meyakinkan bahwa sekalipun miskin mereka masih bisa memanfaatkan layanan kesehatan dan pendidikan secara gratis dari pemerintah,” jelas Nina.

Bagi sebagian penerima PKH, dana yang diterimakan tiap tiga bulan itu kadang lebih banyak digunakan untuk kebutuhan konsumtif. “Ya untuk beli susu si kecil, selebihnya kadang habis untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Sumiati, janda beranak enam, tetangga Masita.

Sementara Masita, mengaku bisa menabung uang hasil bantuan PKH sekalipun kecil. “Biasanya nitip ke tetangga yang buka warung, jika butuh bisa diambil. Bukan di bank atau kantor pos, karena lokasi jauh RTSM dengan harapan dapat mengurangi beban pengeluaran RTSM. Sedangkan untuk jangka panjang diharapkan akan terjadi perubahan pola pikir dan perilaku terhadap perbaikan status kesehatan anak-anak dan ibu hamil hingga tingkat pendidikan anak-anak.

“Kemiskinan berdampak luas, tidak hanya pada kondisi ekonomi keluarga miskin akan tetapi juga akan mempengaruhi masa depan bangsa bila kita tidak memberikan perhatian yang serius pada peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, khususnya dalam peningkatan gizi bagi para balita,” kata Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Sujana Royat.

Selama ini telah banyak intervensi pemerintah dalam memberdayakan masyarakat atau mengurangi kemiskinan yang bersifat bantuan sosial. “Ada Program Keluarga Harapan ini yang dikhususkan untuk memperbaiki kualitas SDM agar bisa memutus kemiskinan melalui pendidikan dan pemberian gizi yang baik bagi balita,” jelas Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan Irwansyah menambahkan.

Upaya penanggulangan kemiskinan, kata Irwansyah tidak hanya ditujukan memutus lingkaran kemiskinan ekonomi, tetapi dikaitkan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak agar generasi masa depan lebih sehat, cerdas dan tangguh.

Kerja Sosial

Bagi Susan, Nina dan Franky, kegiatan mendamping penerima PKH benar-benar kerja sosial. “Membutuhkan ketahanan dan kesabaran tinggi untuk mendorong para penerima PKH. Untungnya di Medan Sunggal relatif tidak ada masalah, karena secara berkala kita mengadakan pertemuan dan kita ini kan orang bodoh,” katanya.

Franki Todo, koordinator pendamping Kec. Medan Sunggal, menyatakan bantuan untuk kesehatan anak usia di bawah enam tahun dan ibu hamil sebesar Rp800 ribu per tahun atau bantuan pendidikan usia SD Rp 400 ribu dan SMP sebesar Rp 800 ribu per tahun, itu sesungguhnya digunakan untuk memastikan layanan kesehatan dan pendidikan bisa diakses warga miskin. “Harapannya bisa digunakan untuk ongkos transport dari rumah ke tempat layanan kesehatan atau puskesmas,” katanya seraya menjelaskan bahwa lokasi layanan kesehatan dan pendidikan biasanya terlalu jauh dari kediaman keluarga miskin.

Adalah tugas Susan, Nina dan pendamping PKH yang lain untuk menyadarkan warga penerima agar menggunakan dana bantuan PKH sesuai peruntukannya. Menurut Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, T. Irwansyah, tugas para pendamping PKH sangat berat. “Apalagi berhadapan dengan warga yang minim pendidikannya. Mengubah cara pikir dan kebiasaan mereka itu tugas berat,” katanya.

Tangani Akar Masalah

PKH ditujukan untuk meningkatkan jangkauan atau aksebilitas masyarakat yang tidak mampu layanan pendidikan dan kesehatan. Program ini diluncurkan sejak tahun 2007, karena masih besarnya jumlah penduduk miskin serta rendahnya kualitas SDM. Untuk jangka pendek, melalui pemberian bantuan uang tunai kepada dengan kelompok penerima. Biasanya kalau ada masalah bisa diselesaikan di situ,” kata Nina panjang lebar. Namun mereka mengakui tidak ada permasalahan berarti selama melakukan pendampingan.

“Biasanya ada masalah untuk pelaporan data kunjungan ke layanan kesehatan dan kunjungan ke sekolah atau rekap absen. Biasanya para pendamping langsung membantu proses rekap tersebut agar dana PKH bisa segara dicairkan. Karena untuk pencairan menunggu laporan rekapitulasi yang harus disampaikan ke pusat. Kita biasa wajib laporan setiap minggu sekali,” tambah Susan.

Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, Irwansyah, mengakui kerja pendamping sangat penting untuk mengubah dan memberikan pendidikan kepada penerima PKH. “Kami sangat memberikan perhatian, oleh karena itu kami mengalokasikan tambahan insentif bagi para pendamping. Ya tidak banyak tapi sedikit bisa membantu kebutuhan selama di lapangan,” katanya saat ditemui di ruang kerja di kawasan Medan Barat, Kota Medan.

Menurut Irwansyah, pihaknya sangat mendukung beragam program yang bertujuan memutus rantai kemiskinan antargenerasi, “Ini menjadi komitmen bersama baik pemerintah pusat maupun daerah dan pemangku kepentingan lainnya,” tandasnya. Adanya PKH diharapkan menjadi investasi jangka panjang pembangunan manusia Indonesia yang dapat memberikan sumbangan berarti bagi pembangunan bangsa dan penanggulangan kemiskinan serta memutus rantai kemiskinan antargenerasi di negeri ini. (m/ bs)

Sumber: Disini

Baca Selengkapnya - Kisah Pendamping PKH: Kegigihan Ubah Cara Pikir